BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sterilisasi
adalah sebuah proses yang dirancang untuk mencapai keadaan steril. Secara
tradisional kondisi steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat
penghancuran dari semua mikroorganisme hidup. Formulasi sediaan steril
merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang paling banyak dipakai terutama
saat pasien dioperasi, diinfus, disuntik, mempunyai luka terbuka yang harus
diobati dan sebagainya. Semuanya membutuhkan kondisi steril karena pengobatan
yang bersentuhan langsung dengan sel tubuh, lapisan mukosa organ tubuh, dan
dimasukkan langsung kedalam cairan atau rongga tubuh memungkinkan terjadinya
infeksi bila obat tidak steril. Karena itu, dibutuhkan sediian obat yang steril
dan juga dalam kondisi isohidris dan isotonis agar tidak mengiritasi (Lachman, 1986;1254).
Produk steril
adalah sediaan teraseptis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik
diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit
atau membran mukosa kebagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis
pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan
mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen
toksik dan harus mempunyai tingkat kemurniaan tinggi dan luar biasa. Semua
komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan
dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau
mikrobiologi. (Lachman, 1989;1292).
Bentuk
sediaan steril bisa berbagai bentuk, yaitu cair, padat, atau semi padat. Proses
pembuatannya sama dengan sediaan non steril. Namun, dalam pembuatan sediaan
steril kita perlu mengetahui proses sterilisasinya yang berkaitan dengan
stabilitas bahan aktif maupun bahan-bahan tambahannya. Dengan demikian, dalam
pembuatan sediaan steril bekal pengetahuan tidak sekedar pengetahuan formulasi
sediaan, tetapi juga pemahaman kimia fisika yang berkaitan dengan stabilitas
proses pembuatan, sehingga menghasilkan sediaan yang dikehendaki (R.Voight,
1994;159). Karenanya, perlu dilaksanakan praktikum sterilisasi dan pembuatan
sediaan steril.
B.
Maksud dan Tujuan Percobaan
1.
Maksud percobaan
Mengetahui dan
memahami cara memformulasi sediaan dalam bentuk Injeksi Vial.
2.
Tujuan Percobaan
Mengetahui
dan memahami cara formulasi sediaan obat dalam bentuk vial yang digunakan
sebagai obat yang rute pemberiannya melalui intravena.
C.
Prinsip Percobaan
Penentuan sediaan dalam bentuk vial
dengan cara menggerus sulfasalazin dengan gliserin hingga homogen dalam keadaan aseptis. Kemudian tambahkan
natrium benzoat, niacinamid, propilenglikol, dan tween 20 lalu homogenkan.
Setelah itu keringkan dalam oven. Beri etiket dan brosur lalu kemas dengan
wadah skunder.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Teori umum
Sterilisasi
adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara
tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat
penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan
bahwa steril adalah istilah yang mempunyai kondisi konotasi relatif, dan
kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikrorganisme hanya dapat
diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba. (Lachman, 1989;1254).
Produk
steril termasuk sediaan parentral, mata dan irigasi. Preparat parental bisa
diberikan dengan berbagai rute. Lima yang paling umum adalah intravena,
intramuskular, subkutan, intrakutan dan intraspinal. Pada umumnya pemberian
secara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang lebih cepat,
seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak dapat diajak bekerjasama
dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan
secara oral atau bila obat tersebut tidak efektif dengan cara pemberian yang
lain. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan, atau mensuspensikan
sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut, atau dengan mengisikan sejumlah obat
ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda (Latifah dan Natsir, 2009;11).
Sediaan-sediaan parenteral hanya dapat diberikan kerja yang optimal
apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.
Kandungan bahan obat yang terdapat dalam sediaan parenteral, harus sama
yang terdapat didalam etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas dan
kuantitas selama penyimpanan, baik terjadinya kerusakan secara kimia maupun
secara fisika.
b.
Wadah yang digunakan pada sediaan parenteral harus sesuai sehingga wadah
tersebut buakan hanya menjaga sterilitasnya saja, tetapi juga dapat mencegah
terjadinya interaksi antara bahaan obatnya dengan material dari dinding
wadahnya.
c.
Tersatukan tanpa terjadinya reaksi
d.
Harus steril
e.
Bebas pirogen
f.
Isotonis dan isohidris
g.
Bebas dari partikel
(Latifah dan Natsir, 2009;12)
Cara-cara pemberiaan sediaan parenteral
1.
Subkutan atau pemberian dibawah kulit (s.c), yaitu disuntikkan kedalam
tubuh melalui bagian yang sedikit mengandung lemak dan masuk kedalam jaringan
dibawah kulit. Volume pemberiannya jarang melewati 1 ml, sedapat mungkin
isotonis dan isohidris, karena sediaan yang menimpan dari isotonisnya dapat
menimbulkan rasa nyeri atau nekrosis dan absorpsi dari zat aktifnya tidak
optimal.
2.
Intra muskular (i.m) yaiutu suntikan kedalam jaringan otot, pada umumnya
pada otot pantat atu paha. Tempat suntikan sebaiknya sejauh mungkin dari
saraf-saraf utama atau pembuluh darah utama. Kerusakan akibat suntikan
intra0muskular biasanya berkaitan dengan titik tempat jarum ditusukkakn dan
dimana obat ditempatkan. Kerusakan ini meliputi paralisis akibat rusaknya
saraf, abses, emboli, terkelupasnya kulit, dan pembentuakn parut.
3.
Intra vena (i.v) yaitu disuntikkan langsung kedalam pembuluh darah vena.
Larutannya biasanya dalam jumlah kecil (kurang dari 5 ml) sebaiknya isotonic
dan isohidris. Khusus pemberian dengan cara infus, harus isotonic, isohidris
dan bebas pirogen. Tidak ada fase absorbsi, karena obatnya langsung masuk
kedalam pembuluh darah vena, onset of action cepat.
Disamping cara pemberiaan seperti yang telah diuraikan, masih ada ara
pemberian lainnya yaitu:
1.
Intraspinal, intratekal, yaitu disuntikkan masuk kedalam sumsum tulang
belakang. Larutannya harus isotonik dan isohidris, bila digunakan sebagai
anestesi, larutannya harus hipertonis.
2.
Intraperitonial, keteter dimasukkan krdalam rongga perut dengan cara
dioperasi untuk tempat memasukkan cairan steril CAPD (Continous Ambulatory
Peritoneal Dialysis), cara ini berbahaya larutannya harus isotonis atau
hipertonis, zat aktif diabsorpsi lebih cepat, volume diberikan dalam jumlah
besar (1 atau 2 liter).
3.
Intraartikular, yaitu disuntikkan kedalam sendi. Larutan harus isotonik
dan isohidris.
4.
Intradermal, yaitu disuntikkan kedalam kulit. Larutan harus isotonik dan
isohidris.
5.
Intracardial (i.ed), yaitu langsung kedalam jantung.
6.
Intrasisternal (i.s), yaitu disuntikkan langsung masuk sumsum tulang belakang,
pada dasar otak.
(Latifah dan natsir, 2009;12-17)
Dosis ganda (multiple doses) adalah wadah yang tertutup
kedap, tetapi memungkinkan pengambilan isinya perbagian, tanpa terjadi
perubahan kekuatan, kualitas, atau kemurnian bagian yang tertinggal. Pada
umumnya, wadah dosis ganda ini dapat berbentuk vial atau flakon dengan ukuran
2-20 ml atau bentuk botol dengan ukuran 50-1000 ml untuk sediaan berupa
larutan, emulsi, suspense atau padatan kering (Stefanus Lucas, 2006;32).
Pada sediaan dosis ganda perlu penambahan pengawet. Adapun
beberapa pengawet yang sering digunakan yaitu :
a.
Benzyl alcohol 1-2%
b/v
b.
Chlorocresol 0,1-0,3% b/v
c.
Chresol 0,25-0,5% b/v
d.
Methyl hydroxybenzoate 0,1% b/v
e.
Fenol 0,25-0,6% b/v
f.
Thiomersol 0,01% b/v
(Latifah dan Natsir, 2009;110-111)
Pewadahan vial sebaiknya selalu diisi dengan volume larutan
yang lebih besar dari pada yang tertera pada label. Ini perlu karena beberapa
larutan akan selalu melekat pada sisi wadah dan tidak dapat terpisah, khususnya
ketika penggunaan vial silikon. Penggunaan vial sebelumnya dibuat dengan
silikon membuat pergerakan isi lebih mudah karena cairan dengan vial tidak
basah dan terpisah dengan gelas tetapi agak mengalir lebih cepat.
(Scoville’s,
1969;207)
Penyegelan wadah vial, tutup karet harus cocok dengan mulut
wadah, serta cukup tertutup rapat untuk menghasilkan wadah yang dapat disegel
dengan rapat. Biasanya penutupannya dilakukan dengan cara manual dengan
menggunakan pinset steril. Untuk penyegelan botol vial harus dilakukan dengan
cermat dan hati-hati jangan sampai menimbulkan kontaminasi pada produknya.
Selanjutnya, botol yang telah ditutup dengan tutup karet disegel dengan
menggunakan segel aluminium untuk menahan penutup karet, yang biasanya dengan
menggunakan mesin.
(Latifa dan Natsir, 2009;117-118)
Dalam vial kemasan etiket terbagi atas :
a. Tutup vial
Dalam tutup vial menggunakan alucap
(allluminium cap) perak bertuliskan nama pabrik dan terdapat flip off atau
security hologram 3 dimensi bentuk bulat pada karet tutup vial dengan tulisan
“original”.
b. Badan vial
Menggunakan vial bening yang dicetak dengan keramik print
berwarna dengan tulisan nama pabrik.
c. Etiket
Terdapat hologram berbentuk segi empat ukuran 1x1 cm dan
didalamnya terdapat tulisan nama pabrik, redaksi pada etiket ditulis dengan
bahasa inggris, tulisan nama dagan ditulis dengan huruf besar dan tulisan K
dengan lingkaran merah.
(Stefanus, Lucas, 2006;35)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam sediaan injeksi dalam
wadah vial (takaran ganda) :
a.
Pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan
adanya kontak dengan lingkungan luar yang ada mikroorganisme
b.
Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena
harus dihitung isotonis
c.
Perlu dapar sesuai ph stabilitasnya
d.
Zat pengawet
(Dirjen POM,
1995;17)
Vial
adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada
dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat
berupa takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat,
larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila
diperdagangan, botol ini ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau
ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi. (R. Voight, 1994;464).
Hal yang perlu diperhatikan untuk
sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran ganda):
1. Perlu
pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan adanya kontak
dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya.
2. Tidak
perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung isotonis
(0,6% – 0,2%)
3. Perlu
dapar sesuai pH stabilitasnya
4. Zat
pengawet keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet yang cocok yang dapat
ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan dalam wadah ganda/injeksi yang
dibuat secara aseptik, dan untuk zat yang mepunyai bakterisida tidak perlu
ditambahkan pengawet
(Dirjen POM, 1995;17)
Sulfalazin merupakan golongan obat
antibiotik sulfa, yang memiliki mekanisme kerja sebagai antagonis folat yaitu
memiliki struktur kimia mirip dengan PABA sehingga dapat berkompetisi dengan
PABA terhadap enzim Dihydroter Oate Synthase sehingga menghambat pertumbuhan
asam hidrofolat yang merupakan prekursor pembentukan asam folat (Agung Endro N,
2001;200-201).
B. Uraian Bahan
1. Sulfazalazin
(Sweetman, 2009;1773)
Nama Resmi : SULFASALAZINE
Nama Lain : Salazosulfapyridin,
Salazosulfapyridine;
RM/BM : C18H14N4O5S
/398.4.
Rumus Bangun :
Pemerian :
Berwarnah kuning cerah atau kuning lembut,
berbentuk serbuk.
Kelarutan : Praktis larut dalam air,
diklorometan, kloroform, eter dan benzena,
sedikit larut dalam alkohol, larut dalam larutan alkali hidroksida.
Efek Samping :
Sedasi, pusing, insomnia, tremor, mual, muntah dan lesu
Mekanisme
: Sulfalazin merupakan golongan
obat antibiotik sulfa, yang memiliki mekanisme kerja sebagai antagonis folat
yaitu memiliki struktur kimia mirip dengan PABA sehingga dapat berkompetisi
dengan PABA terhadap enzim Dihydroter Oate Synthase sehingga menghambat
pertumbuhan asam hidrofolat yang merupakan prekursor pembentukan asam folat.
Penggunaan : Reaksi Inflamasi, psoriasis, rhematoid
arthritis, pyoderma gangreonosum
Kontraindikasi :
Menyusui, pengendara, gangguan kardiovaskuler
Stabilitas :
Lindungi dari cahaya
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup baik
2. Natrium
Benzoat (Rowe, 2009;627)
Nama Resmi : SODIUM BENZOATE
Nama Lain : Na. Benzoat, Sodium Benzoat
RM/BM : C7H5NaO2/144.11
Rumus Struktur :
Pemerian : Butiran putih atau kristal,
higroskopis dan tidak berbau
Kelarutan : 1 Bagian larut dalam 7 bagian etanol
95%, 1 Bagian larut dalam 5 bagian
etanol 90%, 1 bagian
dalam
1,8 larut dalam air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik terlindung dari
cahaya
Inkompabilitas : Dengan gelatin, garam ferro, garam kalsium,
garam yang mengandung logam berat, termasuk aluminium dan merkuri.
Kegunaan : Pengawet
Sterilisasi : Autoklaf
3. Propilen
Glikol (Rowe, 2009;592)
Nama Resmi : PROPYLEN GLYCOL
Nama Lain : Methyl ethylen glikol, Methyl glikol.
RM/BM : C3H8O2/76.09
Rumus Struktur :
Pemerian : Agak mengkilap, berwarna, memliki
viskositas, cairan berbau, agak manis, rasanya agak menyerupai gliserin.
Kelarutan : Larut dengan aseton, klroform,
etanol 95%, gliserin, dan air.1 bagian larut dalam 6 bagian air, dapat larut
oleh beberapa minyak esensial.
Inkompabilitas : Dengan bahan pengoksidasi kuat seperti
kalium permanganat
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Surfaktan
Sterilisasi : Autoklaf
4. Gliserin
(Rowe, 2009;283)
Nama Resmi : GLYCERYN
Nama Lain : Gliserin, gliserol
RM/BM : C3H8O3
/92.09
Rumus Struktur :
Pemerian : Cerah, tidak berwarna, tidak
berbau, memiliki viskositas, cairan higroskopis, memiliki rasa manis, kurang
lebih 0,6 semanis sukrosa
Kelarutan : Praktis
larut dalam benzen, kloroform, minyak, larut dalam etanol 95%, metanol, air,
larut dalam 1/50 bagian eter, larut dalam
1/11 etil asetat
Incomptibilitas : Dengan agen pengoksidasi kuat seperti
kromium trioksida, ptasium klorat, kalium permanganat. Bereaksi dengan besi,
zink oksida, bismuth dan asam gliseroborik
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Pengviskos
Sterilisasi : Autoklaf
5. Niacinamid
(Sweetman, 2009;1957)
Nama Resmi : NIACINAMDE
Nama Lain : Nicotinamida;
Nicotinamidum; Nicotinic Acid
RM/BM :
C6H6N2O/122.1
Rumus Struktur :
Pemerian : Putih atau hampir putih, serbuk
kristal atau kristal tidak berwarna.
Kelarutan : Larut dalam air dan larut dalam
dehidrat alkohol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Zat tambahan
Sterilisasi : Autoklaf
6.
Tween 20 (Rowe,
2009;549)
Nama
Resmi : POLYOXYETHYLENE SORBITAN FATTY ACID
ESTERS
Nama
Lain : Polyetilen
RM/BM : C58H114O26
/ 1128 (Tween 20)
Pemerian : Memiliki karakteristik bau dan
panas. Memiliki rasa yang kurang enak. Memliki pengaruh pada warna dan bentuk
fisik pada suhu 1580 C.
Kelarutan : Praktis
larut dalam benzen, kloroform, minyak, larut dalam etanol 95%, metanol, air,
larut dalam 1/50 bagian eter, larut dalam
1/11 etil asetat
Incomptibilitas : Perubahan warna dan presipitasi terjadi
apabila beberapa substansi seperti fenol, tanin, tar, dan material seperti tar.
Dan juga golongan paraben.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Surfaktan
Sterilisasi : Autoklaf
BAB III
MASTER FORMULA
A. Preformulasi
Sejak tahun
1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab rheumatoid arthritis. Dugaan
faktor infeksi sebagai penyebab rematoid arthritis karena onset penyakit ini
terjadi secara mendadak dan tumbuh disertai oleh gambaran inflamasi yang keras
(Haris, 2011;145).
Rematoid
arthritis melibatkan peradangan pada lapisan dari sendi-sendi dan atau organ
internal lainnya. Ini mempengaruhi berbagai sendi dan biasanya kronis, yang
berarti berlangsung lama dan bisa menjadi penyakit flare-up. Rematoid arthritis
adalah penyakit sistemik yang mempengaruhi seluruh tubuh dan merupakan salah
satu bentuk yang paling umum pada sendi. Hal ini ditandai oleh peradangan pada
selaput sendi yang menyebabkan rasa sakit, kekakuan, kehangatan, kemerahan dan
bengkak. Rematoid arthritis juga merupakan penyakit autoimun karena adanya zat
pemicu biasanya pada pasien setopositif (Guyton, 2007;184).
Sulfasalazin
dengan indikasi efek antirematik dapat terlihat dalam waktu 1 sampai 2 bulan
(oral). Sulfasalazin digunakan juga untuk ulcerative colitis, penyakit chon dan
juvenile arthritis (Elin Yulinah, 2009;664).
Sulfalazin
merupakan golongan obat antibiotik sulfa. Yang memiliki mekanisme kerja sebagai
antagonis folat yaitu memiliki struktur kimia mirip dengan PABA sehingga dapat
berkompetisi dengan PABA terhadap enzim Dihydroter Oate Synthase sehingga
menghambat pertumbuhan asam hidrofolat yang merupakan prekursor pembentukan
asam folat (Agung Endro N, 2001;200-201).
B.
Judul Formula Asli
Injeksi
Sulfasalazin
C.
Rancangan Formula
Nama
produk : Khasalazin® Injeksi
Jumlah
produk : 100 buah@10 ml
Tanggal
formulasi : 29 Mei 2015
Tanggal
produksi : 10 Juni 2015
No.
Registrasi : DKL
1599900233 A1
No.
Batch : V 061533
Komposisi :
Tiap 10 ml mengandung :
Sulfasalazin 1,5 gr
Natrium Benzoat 0,02%
Niacinamid 0,05%
Gliserin 20%
Propilenglikol 30%
Tween 20 10%
D.
Master Formula
Di
Produksi Oleh
|
Tanggal
Formulasi
|
Tanggal
Produksi
|
Dibuat
oleh
|
Disetujui
Oleh
|
PT. Aswin Farma
|
29 Mei 2015
|
10 Juni 2015
|
Aswin Khaliq Syam
|
|
Kode Bahan
|
Nama Bahan
|
Kegunaan
|
Per vial
|
Per batch
|
01 – SA
|
Sulfasalazine
|
Zat aktif
|
1,5 g
|
150 g
|
02 – NB
|
Na. Benzoat
|
Pengawet
|
0,002 ml
|
0,2 g
|
03 – NC
|
Niacinamide
|
Zat aktif
|
0,05 gr
|
5 g
|
04 – GS
|
Gliserin
|
Pemviskos
|
1 ml
|
100 ml
|
05 – PE
|
Propilenglikol
|
Surfaktan
|
3 ml
|
300 ml
|
06 - TW
|
Tween 20
|
Surfaktan
|
2 ml
|
200 ml
|
E. Alasan
Pembuatan Produk
Injeksi adalah
larutan obat yang dibuat untuk dimasukkan kedalam tubuh, dalam atau dibawah
kulit atau melewati membran dan serum membran. Volume hingga 100 ml yang biasa
disebagai jumlah kecil (svps) (Micheal, 1989;3).
Secara umum
injeksi adalah dalam bentuk larutan atau suspensi dari substansi obat dapat
menggunakan pembawa air atau non air, bahan kurang biasanya dibuat suspensi dalam
air dan disuspensikan sebelum diinjeksikan secara intaramuskular (Scoville’s,
1957;190).
Adapun keuntungan dan kelemahan
pemberian obat secara parenteral yaitu :
a.
Keuntungan
1. Obat
memiliki onset (mulai kerja) yang cepat
2. Efek
obat dapat diramalkan dengan pasti
3. Bioavailabilitas
sempurna atau hampir sempurna
4. Kerusakan
obat dalam fractus gastrointestinalis dapat dihindarkan
5. Obat
dapat diberikan kepada penderita yang sakit keras atau sedang dalam keadaan
koma.
(Stefanus Lukas, 2006 ;9)
b.
Kelemahan
1. Rasa
nyeri pada saat disuntuk, apalagi kalau harus diberikan berulang kali
2. Memberikan
efek psikologis pada penderita yang takut disuntik
3.
Kekeliruan pemberian
obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki, terutama sesudah pemberian
intravena
4.
Obat hanya dapat
diberikan kepada penderita kepada penderita dirumah sakit atau tempat praktik
dokter oleh dokter dan peroral yang kopoten
(Stefanus Lukas, 2006;9)
Sedian
sulfasalazin ini dapat dibuat dalam wadah vial karena dibuat dalam sediaan
serbuk kering sebelum disuspensikan. Vial cocok digunakan pada penggunaan dosis
ganda karena vial menggunakan penutup karet yang fleksibel (Salvataru, 1974;302).
Metode
sterilisasi dari vial dengan menggunakan sterilisasi pengeringan (oven) dimana
sterilisasi adalah proses pembunuhan mikroorganisme dan spora. Sterilisasi
dapat dilakukan secara fisika, kimia dan mekanik, metode sterilisasi untuk
bahan gelas (vial) dengan oven suhu 170 ⁰C
selama 2 jam (Eugene, 1971;274-288).
F.
Alasan Penambahan Bahan
1. Sulfasalazin
(Zat Aktif)
Pemberian
sulfalazin sebagai antibakteri dapat meningkatkan konversi dari sulfalazin
menjadi metabolit aktif. Sulfalazin dipertimbangkan sebagai diseasemodifying
antirhematic drug (DMARD) yang digunakan sebagai obat reumatoid arthritis
(Sweetman, 2009;1774-1775).
Sulfalazin
merupakan golongan obat antibiotik sulfa, yang memiliki mekanisme kerja sebagai
antagonis folat yaitu memiliki struktur kimia mirip dengan PABA sehingga dapat
berkompetisi dengan PABA terhadap enzim Dihydroter Oate Synthase sehingga
menghambat pertumbuhan asam hidrofolat yang merupakan prekursor pembentukan
asam folat (Agung Endro N, 2001;200-201).
Sulfalazin merupakan
senyawa-azo dari 5-amino salicylic acid (5-ASA) dengan sulfapiridin, dan
berhasiat antiradang. Sulfalazin khusus digunakan pada rematik dan penyakit
usus beradang colitis ulcerosa dan penyakit crohn (Tan Hoan,2007;145).
Obat
ini digunakan untuk pengobatan kolits ulseratif dan enteritis regional dan
reumatoid. Arthritis sulfalazin dalam usus diuraikan menjadi sulfapiridin yang
diabsorbsi dan diekskresi melalui urin dan 5-aminosalisilat yang mempunyai efek
antrinflamasi ( Elin Yulinah, 2007;602).
2.
Nicotinamid (vit.B3)
Asam
nikotinat mrupakan suatu vasodilator yang terutama bekerja pada Blusking area
yaitu di muka dan di leher. Kemerahan ditempat tersebut dapat berlangsung
sampai dua jam disertai rasa panas dan gatal. Pada dosis besar asam nikotinat
dapat menurunkan kadar kolesterol dan asam lemak bebas dalam darah. Kedua efek
ini tidak diperlihatkan oleh niasinamid (Elin Yulinah, 2007;774).
Niasin,
asam nikotinat positif mempengaruhi hampir semua parameter lipid. Niasi adalah
larutan air B-kompleks, vitamin yang berfungsi sebagai vitamin hanya setelah
konvensi ke NAD atau NADP, dimana terjadi atau berubah menjadi amida. Niasin dan
amida dapat diberikan sebagai vitamin tetapi hanya niasin yang memengaruhi
tingkat lipid. Efek hipolipidemia niasin memerlukan dosis yang lebih besar dari
yang dibutuhkan untuk efek vitaminnya (Goodman, 2007;6161-617).
Kekurangan niasin dan menyebabkan
pellaga yang ditandai dengan ruam kulit berpigmen, dematis, diare dan demansia.
Pellagra merupakan yang umum pada pedesaan dan dianggap sebagai penyakit menular
(pdf.of nicotinamid acid annu, 2008;2).
3. Tween
20
Dalam
praktek suatu farmasi non ionik biasanya digunakan untuk membantu dispersi dari
fase yang tidak larut. Ester-ester polioksietrien dari ester-ester asam lemak
campuran parsial dan sorbitol anhidrat (tweens) (Lachman, 2008;1005).
Polisorbat
20 merupakan non ionik surfaktan hidrofilik yang digunakan secara luas sebagai
agen pengemulsi dalam preparasi minyak/air emulsi (Rowe, 2009;550).
Surfaktan
merupakan senyawa aktif permukaan yang digunakan dalam pembuatan emulsi dapat
menurunkan tegangan antar muka partikel padat dan pembawa terdiri dari
surfaktan non ionik yaitu salah satunya polyoxythrlene soubitan monolaurat
(tween 20) (Ismail, 2010;63).
Dengan
menambahkan senyawa ampifilik (pada bahan pensuspensi hidrofilik khususnya
tween) terjadi penuruna tegangan permukaan (Vorght, 1995;449). Contoh surfaktan
seperti polieksitilen porbitan monolaurat (tween 20) dan sorbitan monolaurat
(span 20) (Ansel,1989;381).
4. Gliserin
Gliserin
digunakan sebagai suatu bahan pelarut, penggulaan, pemanis, bahan pengawet dan
menaikkan viskositas (Rowe, 2009 : 283).
Gliserin
adalah digunakan sebagai zat pembasah bila pembawa air akan digunakan sebagai
fase dispersi (Ansel, 1989;362). Gliserin adalah bahan pembasah atau penetrasi
yang juga dikontribusikan utnuk sediaan obat kuat (DOM Martin ;189).
Gliserin
luas digunakan dalam formasi sediaan oral, otic, optalamik, topikal dan
parenteral dalam formulasi sediaan topikal dan kosmetik. Gliserin digunakan
sebagai humektan dan emulien dengan konsetrasi 30%. Gliserin digunakan sebagai
pelarut dan pembantu kelarutan dalam krim dan emulsi dengan konsentrasi 50% (Swettman,
2009;283).
Penggunaan
humektan seperti gliserin dan sorbitol 5-20% dapat meningkatkan kekentalan
(viskositas), kemanisan dan sebagai pengawet sediaan (Ismail, 2011;67).
5. Natrium
Benzoat
Garam
dari asam benzoat dan sorbat merupakan bahan pengawet yang larut memadai dalam
sistem-sistem air dan telah diperhatikan mempunyai sifat antibakteri dan
antifungsi (Lachman, 2008; 962).
Diantara pengawet-pengawet yang
umum digunakan sebagai pengawet sirup dengan konsentrasi lazim natrium benzoat
(0,1-0,2%) (Ansel, 1989;334). Peda sistem pengawetan, pemakaian bahan pengawet
mutlak dibutuhkan. Jenis bahan pengawet yang sesuai adalah natrium (sodium)
benzoat yang bersifat efektif pada lingkungan yang bersifat asam (Suprepti ;9).
Natrium
Benzoat umumnya digunakan sebagai antimikroba dan sediaan oral dengan
konsentrasi (0,02-0,5%) (Rowe, 2009;627). Asam benzoat (asam benza karboksilat)
digunakan sebagai natrium benzoat digunakan seperti asam sorbat untuk
mengawetkan sediaan (R.Voight, 1995;658).
6. Propilenglikol
Propilenglikol
suatu cairan, suatu cairan kental, dapat bercampur air dan alkohol, suatu
pelarut yang berguna dengan pemakaian yang luas dan sering menggantikan gliserin
dalam farmasi modern (Ansel, 1989;314).
Ester-ester
asam lemak seperti propilenglikol, pelarut dijadikan agen pencegah sedimentasi
dan pembasah (Voight, 1995;457). Sebagai kompensasi hilangnya pengawet bila
berintegrasi dengan salah satu bahan emulsi dengan distabilkan jumlah yang
tergabung (Lachman, 2008;1067).
7. Air
pro injeksi
Air
untuk menginjeksi adalah air untuk persiapan obat-obatan sebagai pembawa, air
untuk injeksi dimurnikan dengan destilasi atau proses pemurnian yang setara
(Sweetman, 2009;2414).
Sejauh
ini pembawa yang paling steril untuk produk steril adalah air, karena air
merupakan pembawa untuk semua cairan tubuh (Lachman, 2008;1294). Digunakan
pembawa air untuk injeksi karena zat aktif larut dalam air (Dirjen POM, 1979;347).
Air
merupakan pelarut dan pembawa yang paling banyak digunakan pada pembuatan
sediaan obat suntik (Djide, 2009;86).
Pelarut
yang paling sering digunakan dalam obat suntik secara besar-besaran adalah air
untuk injeksi atau disebut WFI (Stefanus, 2011;52).
G. Perhitungan
1.
Perhitungan per botol
Sulfasalazin
=
Niacinamid =
Natrium
benzoat =
Tween 20 =
Propilenglikol =
Gliserin
=
2.
Perhitungan per batch
Sulfasalazin =
Niacinamid =
Natrium benzoat =
Tween 20 =
Propilenglikol
=
Gliserin
=
H. Sterilisasi
1.
Sterilisasi ruangan
Tahapan
proses untuk memperoleh ruangan steril dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai
berikut:
a. Lantai,
dinding dan langit-langit dibersihkan dari debu dan kotoran. Hampir semua
benda-benda yang disterilkan, perlu dilakukan pembersihan secara fisik dahulu,
selanjutnya baru lakukan proses standar sterilisasi. Pada dasarnya kontaminasi
oleh mikroorganisme dapat dihilangkan dengan pembersihan menggunakan detergent
dan air atau dilakukan dengan cara pemanasan atau menggunakan desinfekstansia,
selanjutnya digunakan pengeringan.
b. Lantai,
dinding dan langit-langit dapat dibersihkan dengan menggunakan cairan
desinfektansia, sehingga dapat diperoleh ruangan yang bersih dan sehat.
c. Dilakukan
evaluasi dengan melakukan uji sterilitas atau hitungan jumlah mikroorganisme,
dan partikel dalam ruangan steril tersebut (Latifah dan Djide, 2009;70-76).
2.
Sterilisasi udara
Dengan
menggunakan sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 240-280 nm bersifat
dapat mematikan mikroorganisme dan efek maksimum pada panjang gelombang 265 nm.
Pada pembuatan lampu ultraviolet digunakan gelas khusus yang tidak meneruskan
sinar dengan gelombang kurang dari 200 nm. Maksudnya untuk mencegah
terbentuknya ozon dalam konsentrasi yang membahayakan. Konsentrasi sinar yag
dapat mematikan mikroorganisme terletak antara 0,05-20 mwatt sec/cm2.
Agar sinar ultraviolet dapat bekerja dengan baik, maka digunakan dengan panjang
gelombang 264 nm (Latifah Rahman dan Natsir Djide, 2009;70-76).
Selanjutnya
ruangan ditutup dan dialiri udara yang telah bebas mikroorganisme, sehingga
diperoleh ruang dengan kondisi clean area untuk ruang produksi sediaan steril
atau ruang operasi (Latifah Rahman dan Natsir Djide, 2009;70-76).
3.
Sterilisasi bahan
pembalut, pemakaian dan bahan lain dari katun
Adapun cara sterilisasi bahan pembalut,
pemakaian dan bahan lain dari katun yaitu sebagai berikut:
a. Cara
membungkus pembalut atau pakaian sedemikian rupa sehingga uap air dalam
sterilisasi dapat beredar dengan bebas dalam bungkusan yang disterilkan,
sebaiknya mempunyai ukuran 30 x 30 x 50 cm.
b. Pengaturan
susunan bungkusannya dalam autoklaf juga perlu diatur sedemikian rupa agar uap
air dapat beredar bebas diantara bungkusan tersebut, semua bungkusannya
ditempat bersandar pada sisi-sisinya, bukan dibaringkan.
c. Sebelum
suhu sterilisasi tercapai, semua udara dalam autoklaf, udara dalam bungkusan
dan lipatan bungkusan harus dikeluarkan dahulu dari autoklaf karena dapat
mengurangi efektivitas sterilisasi uap.
d. Perlu
penggunaan alat sterilisasi yang khusus agar sterilisasi berakhir maka
bahan-bahan yang disterilkan dapat dikeluarkan dalam keadaan kering (Latifah
Rahman dan Natsir Djide, 2009;70-76).
4.
Sterilisasi sarung
tangan
Adapun cara sterilisasi sarung tangan yaitu
sebagai berikut:
a. Apabila
sarung tangan karet tersebut telah dipakai maka dilakukan perendaman dalam air
dan jari-jari dikeluarkan dan selanjutnya dilakukan pencucian dan dikeringkan.
b. Kebocoran
diperiksa dengan cara memompa udara ke dalam sarung tangan tersebut.
c. Tiap
pasang diberi serbuk tabor dalam sampul tersendiri.
d. Selanjutnya
disterilkan dan disimpan dengan baik.
(Latifah Rahman dan Natsir Djide, 2009;70-76)
I.
Tabel Sterilisasi Alat
Alat
dan Bahan
|
Metode
Sterilisasi
|
Gelas Beker
Gelas arloji
Erlenmeyer
Pinset logam
Batang pengaduk
Lumping
Gelas ukur
Pipet tetes
Karet penutup bulat
Sulfasalazin
Natrium benzoat
Gliserin
Niacinamid
Propilenglikol
Tween 20
|
Oven 2500C
selama 15 menit
Oven 2500C
selama 15 menit
Oven 2500C
selama 15 menit
Oven 2500C
selama 15 menit
Oven 2500C
selama 15 menit
Oven 2500C
selama 15 menit
Autoklaf 1150C
– 1160C selama 30 menit
Oven 2500C
selama 15 menit
Autoklaf 1150C
– 1160C selama 30 menit
Autoklaf 1150C
– 1160C selama 30 menit
Autoklaf 1150C
– 1160C selama 30 menit
Autoklaf 1150C
– 1160C selama 30 menit
Autoklaf 1150C
– 1160C selama 30 menit
Autoklaf 1150C
– 1160C selama 30 menit
Autoklaf 1150C
– 1160C selama 30 menit
|
J.
Cara Kerja
1. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan dan disterilkan semua alat dan bahan sesuai
dengan metode masing-masing yang terlampir dalam tabel sterilisasi.
2. Alat-alat
gelas dan vial dibebas alkalikan dengan cara direndam dengan larutan HCl 0,1 N
panas selama 30 menit. Kemuadian dicuci dengan air, selanjutnya dibilas dengan air
untuk bahan dan obat.
3. Tutup
karet dibersihkan dan bebas sulfurkan dengan cara direndam Na2CO3
2% yang mengandung 1% natrium lauryl sulfat dipanaskan selama 15 menit.
Kemudian didinginkan dicuci dengan air suling dan disterilkan dalam autoklaf,
pada suhu 121 ⁰C selama 15 menit.
4. Digerus
zat aktif yaitu sulfasalazin dengan gliserin kedalam lumpang, gerus hingga
homogen dalam keadaan aseptis.
5. Ditambahkan
natrium benzoat, niacinamid,
propileng;ikol dan tween 20 ke lumping lalu gerus hingga homogen (dalam keadaan
aseptis).
6. Keluarkan
dari lumping dan diayak lalu di keringkan pada oven selama 1 jam.
7. Dimasukkan
ke dalam vial lalu ditutup dengan karet penutup lalu disegel aluminium foil.
8. Vial
diberi etiket dan masukkan dalam wadah.
BAB
IV
PEMBAHASAN
Injeksi adalah
larutan obat yang dibuat untuk dimasukkan kedalam tubuh, dalam atau dibawah
kulit atau melewati membran. Volume hingga 100 ml yang biasa disebagai jumlah
kecil (Michael, 1989;3). Secara umum injeksi adalah bentuk larutan atau
suspensi dari substansi obat dapat menggunakan pembawa air atau non air, bahan
kurang biasanya dibuat suspensi didalam air dan disuspensikan sebelum
diinjeksikan secara intramuskular (Scovilles, 1957;190).
Sediaan
sulfasalazin ini dapat dibuat dalam wadah vial karena dibuat dalam sediaan
serbuk kering sebelum disuspensikan. Vial cocok digunakan pada penggunaan dosis
ganda karena vial menggunakan penutup karet yang fleksibel (Salvataru, 1974;302).
Rematoid arthritis merupakan penyakit autoimun,
dimana pelapis sendi mengalami peradangan sebagai bagian dari aktivitas sistem
imun tubuh. Arthritis rheumatoid adalah tipe arthritis yang paling parah dan
dapat menyebabkan cacat, kebanyakan menyerang perempuan hingga tiga sampai
empat kali daripada laki-laki (Pharmaceutical Care, 2006;17).
Dalam formulasi
kami menggunakan sulfasalazin
sebagai zat aktif. Dimana sulfasalazin merupakan golongan obat antibiotik sulfa
yang memiliki mekanisme kerja sebagai antagonis folat yaitu memiliki struktur
kimia mirip dengan PABA sehingga dapat berkompetensi dengan PABA terhadap enzim
Dihydropter Oate Synthase sehingga menghambat pembentukan asam hidrofolat yang
merupakan prekursor pembentukan asam folat. Sulfasalazin khusus digunakan pada
rematik dan penyakit usus radang colitis ulcerosa dan penyakit crohn (Agung
Endro, 2011;200-201).
Untuk membantu
kerja sulfasalazin maka ditambahkan zat aktif lain yaitu niacinamid atau lebih
dikenal dengan sebutan vitamin B3. Dimana vitamin B3 memiliki sifat fisika
kimia yaitu bubuk kristal putih, tidak berbau dan juga pasti larut dalam 1
bagian dalam 1,5 bagian air. Vitamin B3 merupakan suatu vasodilator yang terutama
bekerja pada Blusking area. Pada dosis besar vitamin B3 dapat menurunkan kadar
kolesterol dan asam lemak lemah bebas dalam darah.
Adapun bahan
tambahan yang digunakan dalam formula ini adalah natrium benzoat, gliserin,
polietilenglikol, dan tween 20. Natrium benzoat
digunakan sebagai pengawet, range untuk sediaan parenteral yaitu 0,5 %.
Pengawet dalam sediaan bentuk vial dibutuhkan karena dalam keadaan dosis ganda.
Sedangkan bahan tambahan lainnya yaitu gliserin, dimana gliserin digunakan
sebagai pemviskositas dalam formula. Selain itu, gliserin digunakan sebagai zat
pembasah bila pembawa air akan digunakan sebagai fase disperse. Dalam formulasi
digunakan dua surfaktan yaitu tween 20 dan propilenglikol yang biasanya untuk
membantu dispersi dari fase yang tidak larut.
Sebelum
melangkah pada cara pengerjaan terlebih dahulu ruangan diterilkan dengan cara
lantai, dinding dan langit-langit dibersihkan dari debu dan kotoran. Lantai,
dinding dan langit-langit dapat dibersihkan dengan menggunakan cairan
desinfektansia, selanjutnya digunakan pengeringan. Kemudian dilakukan evaluasi
dengan melakukan uji sterilisasi atau perhitungan jumlah mikroorganisme dan
partikel dalam ruangan steril tersebut.
Adapun cara
pengerjaan yaitu disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, kemudian
disterilkan. Alat-alat gelas dan vial dibebas alkalikan dengan cara di rendam
dengan larutan HCl 0,1 N panas selama 30 menit. Kemudian dicuci dengan air,
selanjutnya dibilas dengan air untuk bahan dan obat. Untuk tutup karet
dibersihkan dan bebas sulfurka dengan cara direndam Na2CO3
2% yang mengandung 1% natrium lauryl sulfat dipanaskan selama 15 menit.
Kemudian didinginkan, dicuci dengan air suling dan disterikan dalam autoklaf
pada suhu 121 ⁰C
selama 15 menit. Kemudian digerus zat aktif yaitu sulfasalazin dengan gliserin
kedalam lumping, gerus hingga homogen dalam keadaan aseptis. Lalu tambahkan natrium benzoat, niacinamid, propileng;ikol dan tween
20 ke lumping lalu gerus hingga homogeny (dalam keadaan aseptis). Setelah itu
keluarkan dari lumping dan diayak lalu di keringkan pada oven selama 1 jam.
Dimasukkan ke dalam vial lalu ditutup dengan karet penutup lalu disegel
aluminium foil. Kemudian diberi etiket dan masukkan dalam wadah.
Dari pembuatan
formulasi maka dihasilkan suatu sediaan dalam bentuk vial yang diinjeksikan.
Dimana sediaan ini ditujukan untuk pasien rematoid arthritis.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari formulasi ini akan
dibuat suatu sediaan dalam bentuk vial dengan nama Khasalazin®
injeksi. Dimana sediaan ini di indikasikan untuk pasien yang menderita penyakit
rematoid arthritis.
B.
Saran
Adapun saran
dari penulis, yaitu diharapkan agar para pembaca yang ingin menjadikan formulasi ini sebagai bahan
bacaan atau referensi agar lebih memperluas bidang kajiannya jika masih
terdapat beberapa pertanyaan mengenai sediaan infus ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel,
Howard. 1989. Penghantar Bentuk Sediaan
Farmasi Edisi IV. Jakarta: UI Press.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta:
Depkes RI.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Depkes RI.
Djide,
Natsir dan Rahman, Latifah. 2009. Sediaan
Farmasi Steril. Makassar. Unhas Press.
Ganiswara S.B. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta
: FKUI.
Geuyton, arthun C. 1996. Buku Ajar Fisiologi Edisi VI. Jakarta :
EGC.
Ismail,
Isriany. 2001. Desain Bentuk Sediaan Farmasi.
Makassar : UIN Alaudin Press.
Jenkins,
C.L. 1969. Scovilles The Art Of
Compoonding. USA : Burgess Publishing CO.
Lachman,
Leon dkk. 2008. Teori Dan Praktek Farmasi
Industri Edisi III Jilid 2. Jakarta : UI Press.
Parrot.
S. dkk. 1974. Pharmaceutical Tegnologi
Fundamental. USA : Burgess Publishing.
Rowe,
Raymond C. dkk. 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipient 6st Edition. USA : Pharmaceutical
Press..
Sweetman, Sean C. 2009. Martindale 36st Edition . USA
: Pahrmaceutical Press.
Taroa. S. dkk. 1970. Sterile Dosage Forms. Phailadefphia :
Len and Falager.
Tjay,
Tan Hoan. dkk. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta:
PT.Alex Media Komputindo.
Voight, Rodulf. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta
: UGM.
LAMPIRAN
A.
WADAH
Komposisi
:
Sulfasalasin 1,5 gr
Niacinamid 0,05 gr
Indikasi :
Rematoid Arthritis,
Ulcerative
colitis,
Penyakit
Crohn,
Dan Juvenile
arthritis
Aturan Pakai
:
Injeksi
intravena
Keterangan lebih
lengkap lihat brosur
|
Foursalazin® Suspension for injection
|
Simpan di
tempat sejuk dan kering serta terlindung dari cahaya.
No. Reg :DKL 1599900233 A1
No. Batch : V 061533
No Reg :
DTL 0612205243 A1
No Batch
: G 06123
|
Khasalazin® Suspension for injection
Netto : 10 ml
Diproduksi
oleh :
PT. ASWIN FARMA
Makassar-Indonesia
Diproduksi oleh :
PT. Hardis Farma
Makassar-Indonesia
|
Khasalazin® Suspension for injection
|
Khasalazin® Suspension for injection
Netto : 10 ml
Diproduksi
oleh :
PT. ASWIN FARMA
Makassar-Indonesia
Diproduksi oleh :
PT. Hardis Farma
Makassar-Indonesia
|
B.
ETIKET
Komposisi
:
Sulfasalasin 1,5 gr
Niacinamid 0,05 gr
Indikasi
:
Rematoid
Arthritis,
Ulcerative
colitis,
Penyakit
Crohn,
Dan
Juvenile arthritis
Aturan
Pakai :
Injeksi
intravena
|
Khasalazin®
Suspension
for injection
Netto : 10 ml
Diproduksi oleh :
PT. ASWIN FARMA
Makassar-Indonesia
Di produksi oleh :
PT. FITRI FARMA
Makassar-Indonesia
Diproduksi oleh :
PT. Hardis Farma
Makassar-Indonesia
|
Keterangan lebih lengkap lihat brosur
Simpan di tempat sejuk dan
kering serta terlindung dari cahaya.
No. Reg
:DKL 1599900233 A1
No. Batch :V 061533
No. Reg :
DKL 1599900233 A1
No. Batch :
V 061533
|
C.
BROSUR
Khasalazin®Suspension
for injection
Netto : 10 ml
Komposisi : Tiap 10 ml mengandung
Sulfasalazine 1,5 gr
Niacinamid 0,05 gr
Indikasi : Sulfasalazin digunakan juga untuk
bengkak, penyakit Crohn, dan Juvenile Arthritis.
Kontraindikasi : Pada pasien
yang mengalami kerusakkan saluran
kemih atau intestinal.
EfekSamping : Meliputi efek
GI (anoreksia, nausea, muntah, diarrhea) dermatologi (rash, urticarid), hematologi,
(leucopenia, agranulositosis), dan hepatic (kelebihanenzim). Gejala
gastrointestinal
Aturanpakai : Injeksi intravena
Kemasan : 1 Dus berisi 1 botol
1 botol @ 10 ml
No Reg : DKL 1599900233 A1
No Batch : V 061533
Diproduksi oleh :
PT. ASWIN FARMA
Makassar-Indonesia
|
Can you play with Bitcoin at Roulette - Worione
BalasHapusBut what is the best way to 라이브 바카라 사이트 play roulette with bitcoins? Play online casino games at roulette, or find an online casino to play with.