Minggu, 05 Juli 2015

Formulasi sediaan steril (Vial Sulfasalazin)



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Sterilisasi adalah sebuah proses yang dirancang untuk mencapai keadaan steril. Secara tradisional kondisi steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dari semua mikroorganisme hidup. Formulasi sediaan steril merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang paling banyak dipakai terutama saat pasien dioperasi, diinfus, disuntik, mempunyai luka terbuka yang harus diobati dan sebagainya. Semuanya membutuhkan kondisi steril karena pengobatan yang bersentuhan langsung dengan sel tubuh, lapisan mukosa organ tubuh, dan dimasukkan langsung kedalam cairan atau rongga tubuh memungkinkan terjadinya infeksi bila obat tidak steril. Karena itu, dibutuhkan sediian obat yang steril dan juga dalam kondisi isohidris dan isotonis agar tidak mengiritasi (Lachman, 1986;1254).
Produk steril adalah sediaan teraseptis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa kebagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurniaan tinggi dan luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi. (Lachman, 1989;1292).
Bentuk sediaan steril bisa berbagai bentuk, yaitu cair, padat, atau semi padat. Proses pembuatannya sama dengan sediaan non steril. Namun, dalam pembuatan sediaan steril kita perlu mengetahui proses sterilisasinya yang berkaitan dengan stabilitas bahan aktif maupun bahan-bahan tambahannya. Dengan demikian, dalam pembuatan sediaan steril bekal pengetahuan tidak sekedar pengetahuan formulasi sediaan, tetapi juga pemahaman kimia fisika yang berkaitan dengan stabilitas proses pembuatan, sehingga menghasilkan sediaan yang dikehendaki (R.Voight, 1994;159). Karenanya, perlu dilaksanakan praktikum sterilisasi dan pembuatan sediaan steril.
B.  Maksud  dan Tujuan Percobaan
1.         Maksud percobaan
Mengetahui dan memahami cara memformulasi sediaan dalam bentuk Injeksi Vial.
2.         Tujuan Percobaan
Mengetahui dan memahami cara formulasi sediaan obat dalam bentuk vial yang digunakan sebagai obat yang rute pemberiannya melalui intravena.
C.  Prinsip Percobaan
            Penentuan sediaan dalam bentuk vial dengan cara menggerus sulfasalazin dengan gliserin hingga homogen  dalam keadaan aseptis. Kemudian tambahkan natrium benzoat, niacinamid, propilenglikol, dan tween 20 lalu homogenkan. Setelah itu keringkan dalam oven. Beri etiket dan brosur lalu kemas dengan wadah skunder.





















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Teori umum
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai kondisi konotasi relatif, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikrorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba. (Lachman, 1989;1254).
Produk steril termasuk sediaan parentral, mata dan irigasi. Preparat parental bisa diberikan dengan berbagai rute. Lima yang paling umum adalah intravena, intramuskular, subkutan, intrakutan dan intraspinal. Pada umumnya pemberian secara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang lebih cepat, seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak dapat diajak bekerjasama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan secara oral atau bila obat tersebut tidak efektif dengan cara pemberian yang lain. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan, atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut, atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda (Latifah dan Natsir, 2009;11).
Sediaan-sediaan parenteral hanya dapat diberikan kerja yang optimal apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.    Kandungan bahan obat yang terdapat dalam sediaan parenteral, harus sama yang terdapat didalam etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas dan kuantitas selama penyimpanan, baik terjadinya kerusakan secara kimia maupun secara fisika.
b.    Wadah yang digunakan pada sediaan parenteral harus sesuai sehingga wadah tersebut buakan hanya menjaga sterilitasnya saja, tetapi juga dapat mencegah terjadinya interaksi antara bahaan obatnya dengan material dari dinding wadahnya.
c.    Tersatukan tanpa terjadinya reaksi
d.   Harus steril
e.    Bebas pirogen
f.     Isotonis dan isohidris
g.    Bebas dari partikel
(Latifah dan Natsir, 2009;12)
Cara-cara pemberiaan sediaan parenteral
1.    Subkutan atau pemberian dibawah kulit (s.c), yaitu disuntikkan kedalam tubuh melalui bagian yang sedikit mengandung lemak dan masuk kedalam jaringan dibawah kulit. Volume pemberiannya jarang melewati 1 ml, sedapat mungkin isotonis dan isohidris, karena sediaan yang menimpan dari isotonisnya dapat menimbulkan rasa nyeri atau nekrosis dan absorpsi dari zat aktifnya tidak optimal.
2.    Intra muskular (i.m) yaiutu suntikan kedalam jaringan otot, pada umumnya pada otot pantat atu paha. Tempat suntikan sebaiknya sejauh mungkin dari saraf-saraf utama atau pembuluh darah utama. Kerusakan akibat suntikan intra0muskular biasanya berkaitan dengan titik tempat jarum ditusukkakn dan dimana obat ditempatkan. Kerusakan ini meliputi paralisis akibat rusaknya saraf, abses, emboli, terkelupasnya kulit, dan pembentuakn parut.
3.    Intra vena (i.v) yaitu disuntikkan langsung kedalam pembuluh darah vena. Larutannya biasanya dalam jumlah kecil (kurang dari 5 ml) sebaiknya isotonic dan isohidris. Khusus pemberian dengan cara infus, harus isotonic, isohidris dan bebas pirogen. Tidak ada fase absorbsi, karena obatnya langsung masuk kedalam pembuluh darah vena, onset of action cepat.
Disamping cara pemberiaan seperti yang telah diuraikan, masih ada ara pemberian lainnya yaitu:
1.    Intraspinal, intratekal, yaitu disuntikkan masuk kedalam sumsum tulang belakang. Larutannya harus isotonik dan isohidris, bila digunakan sebagai anestesi, larutannya harus hipertonis.
2.    Intraperitonial, keteter dimasukkan krdalam rongga perut dengan cara dioperasi untuk tempat memasukkan cairan steril CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis), cara ini berbahaya larutannya harus isotonis atau hipertonis, zat aktif diabsorpsi lebih cepat, volume diberikan dalam jumlah besar (1 atau 2 liter).
3.    Intraartikular, yaitu disuntikkan kedalam sendi. Larutan harus isotonik dan isohidris.
4.    Intradermal, yaitu disuntikkan kedalam kulit. Larutan harus isotonik dan isohidris.
5.    Intracardial (i.ed), yaitu langsung kedalam jantung.
6.    Intrasisternal (i.s), yaitu disuntikkan langsung masuk sumsum tulang belakang, pada dasar otak.
                                                                                (Latifah dan natsir, 2009;12-17)
Dosis ganda (multiple doses) adalah wadah yang tertutup kedap, tetapi memungkinkan pengambilan isinya perbagian, tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas, atau kemurnian bagian yang tertinggal. Pada umumnya, wadah dosis ganda ini dapat berbentuk vial atau flakon dengan ukuran 2-20 ml atau bentuk botol dengan ukuran 50-1000 ml untuk sediaan berupa larutan, emulsi, suspense atau padatan kering (Stefanus Lucas, 2006;32).
Pada sediaan dosis ganda perlu penambahan pengawet. Adapun beberapa pengawet yang sering digunakan yaitu :
a.    Benzyl alcohol  1-2% b/v
b.    Chlorocresol 0,1-0,3% b/v
c.    Chresol 0,25-0,5% b/v
d.   Methyl hydroxybenzoate 0,1% b/v
e.    Fenol 0,25-0,6% b/v
f.     Thiomersol 0,01% b/v
   (Latifah dan Natsir, 2009;110-111)
Pewadahan vial sebaiknya selalu diisi dengan volume larutan yang lebih besar dari pada yang tertera pada label. Ini perlu karena beberapa larutan akan selalu melekat pada sisi wadah dan tidak dapat terpisah, khususnya ketika penggunaan vial silikon. Penggunaan vial sebelumnya dibuat dengan silikon membuat pergerakan isi lebih mudah karena cairan dengan vial tidak basah dan terpisah dengan gelas tetapi agak mengalir lebih cepat.
                                                                                    (Scoville’s, 1969;207)   
Penyegelan wadah vial, tutup karet harus cocok dengan mulut wadah, serta cukup tertutup rapat untuk menghasilkan wadah yang dapat disegel dengan rapat. Biasanya penutupannya dilakukan dengan cara manual dengan menggunakan pinset steril. Untuk penyegelan botol vial harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati jangan sampai menimbulkan kontaminasi pada produknya. Selanjutnya, botol yang telah ditutup dengan tutup karet disegel dengan menggunakan segel aluminium untuk menahan penutup karet, yang biasanya dengan menggunakan mesin.
                                                                 (Latifa dan Natsir, 2009;117-118)
Dalam vial kemasan etiket terbagi atas :
a.    Tutup vial
Dalam tutup vial menggunakan alucap (allluminium cap) perak bertuliskan nama pabrik dan terdapat flip off atau security hologram 3 dimensi bentuk bulat pada karet tutup vial dengan tulisan “original”.
b.    Badan vial
Menggunakan vial bening yang dicetak dengan keramik print berwarna dengan tulisan nama pabrik.



c.    Etiket
Terdapat hologram berbentuk segi empat ukuran 1x1 cm dan didalamnya terdapat tulisan nama pabrik, redaksi pada etiket ditulis dengan bahasa inggris, tulisan nama dagan ditulis dengan huruf besar dan tulisan K dengan lingkaran merah.
                                                                             (Stefanus, Lucas, 2006;35)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran ganda) :
a.    Pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan adanya kontak dengan lingkungan luar yang ada mikroorganisme
b.    Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung isotonis
c.    Perlu dapar sesuai ph stabilitasnya
d.   Zat pengawet
          (Dirjen POM, 1995;17)
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi. (R. Voight, 1994;464).
            Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran ganda):
1.    Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan adanya kontak dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya.
2.    Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung isotonis (0,6% – 0,2%)
3.    Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya
4.    Zat pengawet keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet yang cocok yang dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan dalam wadah ganda/injeksi yang dibuat secara aseptik, dan untuk zat yang mepunyai bakterisida tidak perlu ditambahkan pengawet
          (Dirjen POM, 1995;17)
Sulfalazin merupakan golongan obat antibiotik sulfa, yang memiliki mekanisme kerja sebagai antagonis folat yaitu memiliki struktur kimia mirip dengan PABA sehingga dapat berkompetisi dengan PABA terhadap enzim Dihydroter Oate Synthase sehingga menghambat pertumbuhan asam hidrofolat yang merupakan prekursor pembentukan asam folat (Agung Endro N, 2001;200-201).
B. Uraian Bahan
1.      Sulfazalazin (Sweetman, 2009;1773)
Nama Resmi      : SULFASALAZINE
Nama Lain         : Salazosulfapyridin, Salazosulfapyridine;
RM/BM             : C18H14N4O5S /398.4.
Rumus Bangun  :

Pemerian            : Berwarnah kuning cerah atau kuning lembut,
  berbentuk serbuk.
Kelarutan          : Praktis larut dalam air, diklorometan, kloroform, eter dan  benzena, sedikit larut dalam alkohol, larut dalam larutan alkali hidroksida.
Efek Samping    : Sedasi, pusing, insomnia, tremor, mual, muntah dan lesu
Mekanisme        : Sulfalazin merupakan golongan obat antibiotik sulfa, yang memiliki mekanisme kerja sebagai antagonis folat yaitu memiliki struktur kimia mirip dengan PABA sehingga dapat berkompetisi dengan PABA terhadap enzim Dihydroter Oate Synthase sehingga menghambat pertumbuhan asam hidrofolat yang merupakan prekursor pembentukan asam folat.
Penggunaan       : Reaksi Inflamasi, psoriasis, rhematoid arthritis, pyoderma  gangreonosum
Kontraindikasi   : Menyusui, pengendara, gangguan kardiovaskuler
Stabilitas            : Lindungi dari cahaya
Penyimpanan     : Dalam wadah tertutup baik


2.      Natrium Benzoat (Rowe, 2009;627)
Nama Resmi      : SODIUM BENZOATE
Nama Lain         : Na. Benzoat, Sodium Benzoat
RM/BM             : C7H5NaO2/144.11
Rumus Struktur :


Pemerian            : Butiran putih atau kristal, higroskopis dan tidak berbau
Kelarutan          : 1 Bagian larut dalam 7 bagian etanol 95%, 1 Bagian larut  dalam 5 bagian etanol 90%, 1 bagian
                             dalam 1,8 larut dalam air
Penyimpanan     : Dalam wadah tertutup baik terlindung dari cahaya
Inkompabilitas  : Dengan gelatin, garam ferro, garam kalsium, garam yang mengandung logam berat, termasuk aluminium dan merkuri.
Kegunaan          : Pengawet
Sterilisasi           : Autoklaf
3.      Propilen Glikol (Rowe, 2009;592)
Nama Resmi      : PROPYLEN GLYCOL
Nama Lain         : Methyl ethylen glikol, Methyl glikol.
RM/BM             : C3H8O2/76.09
Rumus Struktur :

Pemerian           : Agak mengkilap, berwarna, memliki viskositas, cairan berbau, agak manis, rasanya agak menyerupai gliserin.
Kelarutan          : Larut dengan aseton, klroform, etanol 95%, gliserin, dan air.1 bagian larut dalam 6 bagian air, dapat larut oleh beberapa minyak esensial.
Inkompabilitas     :         Dengan bahan pengoksidasi kuat seperti kalium permanganat
Penyimpanan     : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan          : Surfaktan
Sterilisasi           : Autoklaf
4.      Gliserin (Rowe, 2009;283)
Nama Resmi      : GLYCERYN
Nama Lain         : Gliserin, gliserol
RM/BM             : C3H8O3 /92.09
Rumus Struktur :


Pemerian           : Cerah, tidak berwarna, tidak berbau, memiliki viskositas, cairan higroskopis, memiliki rasa manis, kurang lebih 0,6 semanis sukrosa
Kelarutan          : Praktis larut dalam benzen, kloroform, minyak, larut dalam etanol 95%, metanol, air, larut dalam 1/50 bagian eter, larut dalam  1/11 etil asetat
Incomptibilitas  : Dengan agen pengoksidasi kuat seperti kromium trioksida, ptasium klorat, kalium permanganat. Bereaksi dengan besi, zink oksida, bismuth dan asam gliseroborik  
Penyimpanan     : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan          : Pengviskos
Sterilisasi           : Autoklaf
5.      Niacinamid (Sweetman, 2009;1957)
Nama Resmi      : NIACINAMDE
Nama Lain         : Nicotinamida; Nicotinamidum; Nicotinic Acid
RM/BM             : C6H6N2O/122.1
Rumus Struktur :

Pemerian           : Putih atau hampir putih, serbuk kristal atau kristal tidak berwarna.
Kelarutan           : Larut dalam air dan larut dalam dehidrat alkohol.
Penyimpanan     : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan          : Zat tambahan
Sterilisasi           : Autoklaf
6.             Tween 20 (Rowe, 2009;549)
Nama Resmi      : POLYOXYETHYLENE SORBITAN FATTY ACID ESTERS
Nama Lain        : Polyetilen
RM/BM             : C58H114O26 / 1128 (Tween 20)
Pemerian           : Memiliki karakteristik bau dan panas. Memiliki rasa yang kurang enak. Memliki pengaruh pada warna dan bentuk fisik pada suhu 1580 C.
Kelarutan          : Praktis larut dalam benzen, kloroform, minyak, larut dalam etanol 95%, metanol, air, larut dalam 1/50 bagian eter, larut dalam  1/11 etil asetat
Incomptibilitas  : Perubahan warna dan presipitasi terjadi apabila beberapa substansi seperti fenol, tanin, tar, dan material seperti tar. Dan juga golongan paraben.
Penyimpanan     : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan          : Surfaktan
Sterilisasi           : Autoklaf











BAB III
MASTER FORMULA
A.  Preformulasi
Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab rheumatoid arthritis. Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab rematoid arthritis karena onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan tumbuh disertai oleh gambaran inflamasi yang keras (Haris, 2011;145).
Rematoid arthritis melibatkan peradangan pada lapisan dari sendi-sendi dan atau organ internal lainnya. Ini mempengaruhi berbagai sendi dan biasanya kronis, yang berarti berlangsung lama dan bisa menjadi penyakit flare-up. Rematoid arthritis adalah penyakit sistemik yang mempengaruhi seluruh tubuh dan merupakan salah satu bentuk yang paling umum pada sendi. Hal ini ditandai oleh peradangan pada selaput sendi yang menyebabkan rasa sakit, kekakuan, kehangatan, kemerahan dan bengkak. Rematoid arthritis juga merupakan penyakit autoimun karena adanya zat pemicu biasanya pada pasien setopositif (Guyton, 2007;184).
Sulfasalazin dengan indikasi efek antirematik dapat terlihat dalam waktu 1 sampai 2 bulan (oral). Sulfasalazin digunakan juga untuk ulcerative colitis, penyakit chon dan juvenile arthritis (Elin Yulinah, 2009;664).
Sulfalazin merupakan golongan obat antibiotik sulfa. Yang memiliki mekanisme kerja sebagai antagonis folat yaitu memiliki struktur kimia mirip dengan PABA sehingga dapat berkompetisi dengan PABA terhadap enzim Dihydroter Oate Synthase sehingga menghambat pertumbuhan asam hidrofolat yang merupakan prekursor pembentukan asam folat (Agung Endro N, 2001;200-201).
B.  Judul Formula Asli
Injeksi Sulfasalazin
C.  Rancangan Formula
Nama produk                     : Khasalazin® Injeksi
Jumlah produk                    : 100 buah@10 ml
Tanggal formulasi               : 29 Mei 2015
Tanggal produksi                : 10 Juni 2015
No. Registrasi                     : DKL 1599900233 A1
No. Batch                           : V 061533
Komposisi                          : Tiap 10 ml mengandung :
 Sulfasalazin                          1,5 gr
 Natrium Benzoat                  0,02%
 Niacinamid                           0,05%
 Gliserin                                 20%
 Propilenglikol                       30%
 Tween 20                              10%





D.  Master Formula
Di Produksi Oleh
Tanggal Formulasi
Tanggal Produksi
Dibuat oleh
Disetujui Oleh
PT. Aswin Farma
29 Mei 2015
10 Juni 2015
Aswin Khaliq Syam

Kode Bahan
Nama Bahan
Kegunaan
Per vial
Per batch
01 – SA
Sulfasalazine
Zat aktif
1,5 g
150 g
02 – NB
Na. Benzoat
Pengawet
0,002 ml
0,2 g
03 – NC
Niacinamide
Zat aktif
0,05 gr
5 g
04 – GS
Gliserin
Pemviskos
1 ml
100 ml
05 – PE
Propilenglikol
Surfaktan
3 ml
300 ml
06 - TW
Tween 20
Surfaktan
2 ml
200 ml

E.  Alasan Pembuatan Produk
Injeksi adalah larutan obat yang dibuat untuk dimasukkan kedalam tubuh, dalam atau dibawah kulit atau melewati membran dan serum membran. Volume hingga 100 ml yang biasa disebagai jumlah kecil (svps) (Micheal, 1989;3).
Secara umum injeksi adalah dalam bentuk larutan atau suspensi dari substansi obat dapat menggunakan pembawa air atau non air, bahan kurang biasanya dibuat suspensi dalam air dan disuspensikan sebelum diinjeksikan secara intaramuskular (Scoville’s, 1957;190).


Adapun keuntungan dan kelemahan pemberian obat secara parenteral yaitu :
a.         Keuntungan
1.    Obat memiliki onset (mulai kerja) yang cepat
2.    Efek obat dapat diramalkan dengan pasti
3.    Bioavailabilitas sempurna atau hampir sempurna
4.    Kerusakan obat dalam fractus gastrointestinalis dapat dihindarkan
5.    Obat dapat diberikan kepada penderita yang sakit keras atau sedang dalam keadaan koma.
    (Stefanus Lukas, 2006 ;9)
b.        Kelemahan
1.    Rasa nyeri pada saat disuntuk, apalagi kalau harus diberikan berulang kali
2.    Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik
3.    Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki, terutama sesudah pemberian intravena
4.    Obat hanya dapat diberikan kepada penderita kepada penderita dirumah sakit atau tempat praktik dokter oleh dokter dan peroral yang kopoten
      (Stefanus Lukas, 2006;9)
Sedian sulfasalazin ini dapat dibuat dalam wadah vial karena dibuat dalam sediaan serbuk kering sebelum disuspensikan. Vial cocok digunakan pada penggunaan dosis ganda karena vial menggunakan penutup karet yang fleksibel (Salvataru, 1974;302).
Metode sterilisasi dari vial dengan menggunakan sterilisasi pengeringan (oven) dimana sterilisasi adalah proses pembunuhan mikroorganisme dan spora. Sterilisasi dapat dilakukan secara fisika, kimia dan mekanik, metode sterilisasi untuk bahan gelas (vial) dengan oven suhu 170 C selama 2 jam (Eugene, 1971;274-288).
F.   Alasan Penambahan Bahan
1.    Sulfasalazin (Zat Aktif)
Pemberian sulfalazin sebagai antibakteri dapat meningkatkan konversi dari sulfalazin menjadi metabolit aktif. Sulfalazin dipertimbangkan sebagai diseasemodifying antirhematic drug (DMARD) yang digunakan sebagai obat reumatoid arthritis (Sweetman, 2009;1774-1775).
     Sulfalazin merupakan golongan obat antibiotik sulfa, yang memiliki mekanisme kerja sebagai antagonis folat yaitu memiliki struktur kimia mirip dengan PABA sehingga dapat berkompetisi dengan PABA terhadap enzim Dihydroter Oate Synthase sehingga menghambat pertumbuhan asam hidrofolat yang merupakan prekursor pembentukan asam folat (Agung Endro N, 2001;200-201).
                 Sulfalazin merupakan senyawa-azo dari 5-amino salicylic acid (5-ASA) dengan sulfapiridin, dan berhasiat antiradang. Sulfalazin khusus digunakan pada rematik dan penyakit usus beradang colitis ulcerosa dan penyakit crohn (Tan Hoan,2007;145).
     Obat ini digunakan untuk pengobatan kolits ulseratif dan enteritis regional dan reumatoid. Arthritis sulfalazin dalam usus diuraikan menjadi sulfapiridin yang diabsorbsi dan diekskresi melalui urin dan 5-aminosalisilat yang mempunyai efek antrinflamasi ( Elin Yulinah, 2007;602).
2.    Nicotinamid (vit.B3)
     Asam nikotinat mrupakan suatu vasodilator yang terutama bekerja pada Blusking area yaitu di muka dan di leher. Kemerahan ditempat tersebut dapat berlangsung sampai dua jam disertai rasa panas dan gatal. Pada dosis besar asam nikotinat dapat menurunkan kadar kolesterol dan asam lemak bebas dalam darah. Kedua efek ini tidak diperlihatkan oleh niasinamid (Elin Yulinah, 2007;774).
     Niasin, asam nikotinat positif mempengaruhi hampir semua parameter lipid. Niasi adalah larutan air B-kompleks, vitamin yang berfungsi sebagai vitamin hanya setelah konvensi ke NAD atau NADP, dimana terjadi atau berubah menjadi amida. Niasin dan amida dapat diberikan sebagai vitamin tetapi hanya niasin yang memengaruhi tingkat lipid. Efek hipolipidemia niasin memerlukan dosis yang lebih besar dari yang dibutuhkan untuk efek vitaminnya (Goodman, 2007;6161-617).
     Kekurangan niasin dan menyebabkan pellaga yang ditandai dengan ruam kulit berpigmen, dematis, diare dan demansia. Pellagra merupakan yang umum pada pedesaan dan dianggap sebagai penyakit menular (pdf.of nicotinamid acid annu, 2008;2).


3.    Tween 20
     Dalam praktek suatu farmasi non ionik biasanya digunakan untuk membantu dispersi dari fase yang tidak larut. Ester-ester polioksietrien dari ester-ester asam lemak campuran parsial dan sorbitol anhidrat (tweens) (Lachman, 2008;1005).
     Polisorbat 20 merupakan non ionik surfaktan hidrofilik yang digunakan secara luas sebagai agen pengemulsi dalam preparasi minyak/air emulsi (Rowe, 2009;550).
     Surfaktan merupakan senyawa aktif permukaan yang digunakan dalam pembuatan emulsi dapat menurunkan tegangan antar muka partikel padat dan pembawa terdiri dari surfaktan non ionik yaitu salah satunya polyoxythrlene soubitan monolaurat (tween 20) (Ismail, 2010;63).
     Dengan menambahkan senyawa ampifilik (pada bahan pensuspensi hidrofilik khususnya tween) terjadi penuruna tegangan permukaan (Vorght, 1995;449). Contoh surfaktan seperti polieksitilen porbitan monolaurat (tween 20) dan sorbitan monolaurat (span 20) (Ansel,1989;381).
4.    Gliserin
     Gliserin digunakan sebagai suatu bahan pelarut, penggulaan, pemanis, bahan pengawet dan menaikkan viskositas (Rowe, 2009 : 283).
     Gliserin adalah digunakan sebagai zat pembasah bila pembawa air akan digunakan sebagai fase dispersi (Ansel, 1989;362). Gliserin adalah bahan pembasah atau penetrasi yang juga dikontribusikan utnuk sediaan obat kuat (DOM Martin ;189).
     Gliserin luas digunakan dalam formasi sediaan oral, otic, optalamik, topikal dan parenteral dalam formulasi sediaan topikal dan kosmetik. Gliserin digunakan sebagai humektan dan emulien dengan konsetrasi 30%. Gliserin digunakan sebagai pelarut dan pembantu kelarutan dalam krim dan emulsi dengan konsentrasi 50% (Swettman, 2009;283).
     Penggunaan humektan seperti gliserin dan sorbitol 5-20% dapat meningkatkan kekentalan (viskositas), kemanisan dan sebagai pengawet sediaan (Ismail, 2011;67).
5.    Natrium Benzoat
     Garam dari asam benzoat dan sorbat merupakan bahan pengawet yang larut memadai dalam sistem-sistem air dan telah diperhatikan mempunyai sifat antibakteri dan antifungsi (Lachman, 2008; 962).
                 Diantara pengawet-pengawet yang umum digunakan sebagai pengawet sirup dengan konsentrasi lazim natrium benzoat (0,1-0,2%) (Ansel, 1989;334). Peda sistem pengawetan, pemakaian bahan pengawet mutlak dibutuhkan. Jenis bahan pengawet yang sesuai adalah natrium (sodium) benzoat yang bersifat efektif pada lingkungan yang bersifat asam (Suprepti ;9).
     Natrium Benzoat umumnya digunakan sebagai antimikroba dan sediaan oral dengan konsentrasi (0,02-0,5%) (Rowe, 2009;627). Asam benzoat (asam benza karboksilat) digunakan sebagai natrium benzoat digunakan seperti asam sorbat untuk mengawetkan sediaan (R.Voight, 1995;658).
6.    Propilenglikol
     Propilenglikol suatu cairan, suatu cairan kental, dapat bercampur air dan alkohol, suatu pelarut yang berguna dengan pemakaian yang luas dan sering menggantikan gliserin dalam farmasi modern (Ansel, 1989;314).
     Ester-ester asam lemak seperti propilenglikol, pelarut dijadikan agen pencegah sedimentasi dan pembasah (Voight, 1995;457). Sebagai kompensasi hilangnya pengawet bila berintegrasi dengan salah satu bahan emulsi dengan distabilkan jumlah yang tergabung (Lachman, 2008;1067).
7.    Air pro injeksi
     Air untuk menginjeksi adalah air untuk persiapan obat-obatan sebagai pembawa, air untuk injeksi dimurnikan dengan destilasi atau proses pemurnian yang setara (Sweetman, 2009;2414).
     Sejauh ini pembawa yang paling steril untuk produk steril adalah air, karena air merupakan pembawa untuk semua cairan tubuh (Lachman, 2008;1294). Digunakan pembawa air untuk injeksi karena zat aktif larut dalam air (Dirjen POM, 1979;347).
     Air merupakan pelarut dan pembawa yang paling banyak digunakan pada pembuatan sediaan obat suntik (Djide, 2009;86).
     Pelarut yang paling sering digunakan dalam obat suntik secara besar-besaran adalah air untuk injeksi atau disebut WFI (Stefanus, 2011;52).




G. Perhitungan
1.    Perhitungan per botol
Sulfasalazin                   =
Niacinamid                   =
Natrium benzoat           =
Tween 20                       =
Propilenglikol                =
Gliserin                          =

2.    Perhitungan per batch
Sulfasalazin                   =  
Niacinamid                   =  
Natrium benzoat           =
Tween 20                       =
Propilenglikol                =
Gliserin                         =
H.  Sterilisasi
1.  Sterilisasi ruangan
Tahapan proses untuk memperoleh ruangan steril dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
a.    Lantai, dinding dan langit-langit dibersihkan dari debu dan kotoran. Hampir semua benda-benda yang disterilkan, perlu dilakukan pembersihan secara fisik dahulu, selanjutnya baru lakukan proses standar sterilisasi. Pada dasarnya kontaminasi oleh mikroorganisme dapat dihilangkan dengan pembersihan menggunakan detergent dan air atau dilakukan dengan cara pemanasan atau menggunakan desinfekstansia, selanjutnya digunakan pengeringan.
b.    Lantai, dinding dan langit-langit dapat dibersihkan dengan menggunakan cairan desinfektansia, sehingga dapat diperoleh ruangan yang bersih dan sehat.
c.    Dilakukan evaluasi dengan melakukan uji sterilitas atau hitungan jumlah mikroorganisme, dan partikel dalam ruangan steril tersebut (Latifah dan Djide, 2009;70-76).
2.    Sterilisasi udara
     Dengan menggunakan sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 240-280 nm bersifat dapat mematikan mikroorganisme dan efek maksimum pada panjang gelombang 265 nm. Pada pembuatan lampu ultraviolet digunakan gelas khusus yang tidak meneruskan sinar dengan gelombang kurang dari 200 nm. Maksudnya untuk mencegah terbentuknya ozon dalam konsentrasi yang membahayakan. Konsentrasi sinar yag dapat mematikan mikroorganisme terletak antara 0,05-20 mwatt sec/cm2. Agar sinar ultraviolet dapat bekerja dengan baik, maka digunakan dengan panjang gelombang 264 nm (Latifah Rahman dan Natsir Djide, 2009;70-76).
Selanjutnya ruangan ditutup dan dialiri udara yang telah bebas mikroorganisme, sehingga diperoleh ruang dengan kondisi clean area untuk ruang produksi sediaan steril atau ruang operasi (Latifah Rahman dan Natsir Djide, 2009;70-76).
3.    Sterilisasi bahan pembalut, pemakaian dan bahan lain dari katun
     Adapun cara sterilisasi bahan pembalut, pemakaian dan bahan lain dari katun yaitu sebagai berikut:
a.    Cara membungkus pembalut atau pakaian sedemikian rupa sehingga uap air dalam sterilisasi dapat beredar dengan bebas dalam bungkusan yang disterilkan, sebaiknya mempunyai ukuran 30 x 30 x 50 cm.
b.    Pengaturan susunan bungkusannya dalam autoklaf juga perlu diatur sedemikian rupa agar uap air dapat beredar bebas diantara bungkusan tersebut, semua bungkusannya ditempat bersandar pada sisi-sisinya, bukan dibaringkan.
c.    Sebelum suhu sterilisasi tercapai, semua udara dalam autoklaf, udara dalam bungkusan dan lipatan bungkusan harus dikeluarkan dahulu dari autoklaf karena dapat mengurangi efektivitas sterilisasi uap.
d.   Perlu penggunaan alat sterilisasi yang khusus agar sterilisasi berakhir maka bahan-bahan yang disterilkan dapat dikeluarkan dalam keadaan kering (Latifah Rahman dan Natsir Djide, 2009;70-76).
4.    Sterilisasi sarung tangan
     Adapun cara sterilisasi sarung tangan yaitu sebagai berikut:
a.    Apabila sarung tangan karet tersebut telah dipakai maka dilakukan perendaman dalam air dan jari-jari dikeluarkan dan selanjutnya dilakukan pencucian dan dikeringkan.
b.    Kebocoran diperiksa dengan cara memompa udara ke dalam sarung tangan tersebut.
c.    Tiap pasang diberi serbuk tabor dalam sampul tersendiri.
d.   Selanjutnya disterilkan dan disimpan dengan baik.
                                             (Latifah Rahman dan Natsir Djide, 2009;70-76)
I.     Tabel Sterilisasi Alat
Alat dan Bahan
Metode Sterilisasi
Gelas Beker
Gelas arloji
Erlenmeyer
Pinset logam
Batang pengaduk
Lumping
Gelas ukur
Pipet tetes
Karet penutup bulat
Sulfasalazin
Natrium benzoat
Gliserin
Niacinamid
Propilenglikol
Tween 20
Oven 2500C selama 15 menit
Oven 2500C selama 15 menit
Oven 2500C selama 15 menit
Oven 2500C selama 15 menit
Oven 2500C selama 15 menit
Oven 2500C selama 15 menit
Autoklaf 1150C – 1160C selama 30 menit
Oven 2500C selama 15 menit
Autoklaf 1150C – 1160C selama 30 menit
Autoklaf 1150C – 1160C selama 30 menit
Autoklaf 1150C – 1160C selama 30 menit
Autoklaf 1150C – 1160C selama 30 menit
Autoklaf 1150C – 1160C selama 30 menit
Autoklaf 1150C – 1160C selama 30 menit
Autoklaf 1150C – 1160C selama 30 menit




J.    Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dan disterilkan semua alat dan bahan sesuai dengan metode masing-masing yang terlampir dalam tabel sterilisasi.
2. Alat-alat gelas dan vial dibebas alkalikan dengan cara direndam dengan larutan HCl 0,1 N panas selama 30 menit. Kemuadian dicuci dengan air, selanjutnya dibilas dengan air untuk bahan dan obat.
3. Tutup karet dibersihkan dan bebas sulfurkan dengan cara direndam Na2CO3 2% yang mengandung 1% natrium lauryl sulfat dipanaskan selama 15 menit. Kemudian didinginkan dicuci dengan air suling dan disterilkan dalam autoklaf, pada suhu 121 C selama 15 menit.
4. Digerus zat aktif yaitu sulfasalazin dengan gliserin kedalam lumpang, gerus hingga homogen dalam keadaan aseptis.
5. Ditambahkan natrium  benzoat, niacinamid, propileng;ikol dan tween 20 ke lumping lalu gerus hingga homogen (dalam keadaan aseptis).
6. Keluarkan dari lumping dan diayak lalu di keringkan pada oven selama 1 jam.
7. Dimasukkan ke dalam vial lalu ditutup dengan karet penutup lalu disegel aluminium foil.
8. Vial diberi etiket dan masukkan dalam wadah.



BAB IV
PEMBAHASAN
Injeksi adalah larutan obat yang dibuat untuk dimasukkan kedalam tubuh, dalam atau dibawah kulit atau melewati membran. Volume hingga 100 ml yang biasa disebagai jumlah kecil (Michael, 1989;3). Secara umum injeksi adalah bentuk larutan atau suspensi dari substansi obat dapat menggunakan pembawa air atau non air, bahan kurang biasanya dibuat suspensi didalam air dan disuspensikan sebelum diinjeksikan secara intramuskular (Scovilles, 1957;190).
Sediaan sulfasalazin ini dapat dibuat dalam wadah vial karena dibuat dalam sediaan serbuk kering sebelum disuspensikan. Vial cocok digunakan pada penggunaan dosis ganda karena vial menggunakan penutup karet yang fleksibel (Salvataru, 1974;302).
Rematoid arthritis merupakan penyakit autoimun, dimana pelapis sendi mengalami peradangan sebagai bagian dari aktivitas sistem imun tubuh. Arthritis rheumatoid adalah tipe arthritis yang paling parah dan dapat menyebabkan cacat, kebanyakan menyerang perempuan hingga tiga sampai empat kali daripada laki-laki (Pharmaceutical Care, 2006;17).
Dalam formulasi kami menggunakan sulfasalazin sebagai zat aktif. Dimana sulfasalazin merupakan golongan obat antibiotik sulfa yang memiliki mekanisme kerja sebagai antagonis folat yaitu memiliki struktur kimia mirip dengan PABA sehingga dapat berkompetensi dengan PABA terhadap enzim Dihydropter Oate Synthase sehingga menghambat pembentukan asam hidrofolat yang merupakan prekursor pembentukan asam folat. Sulfasalazin khusus digunakan pada rematik dan penyakit usus radang colitis ulcerosa dan penyakit crohn (Agung Endro, 2011;200-201).
Untuk membantu kerja sulfasalazin maka ditambahkan zat aktif lain yaitu niacinamid atau lebih dikenal dengan sebutan vitamin B3. Dimana vitamin B3 memiliki sifat fisika kimia yaitu bubuk kristal putih, tidak berbau dan juga pasti larut dalam 1 bagian dalam 1,5 bagian air. Vitamin B3 merupakan suatu vasodilator yang terutama bekerja pada Blusking area. Pada dosis besar vitamin B3 dapat menurunkan kadar kolesterol dan asam lemak lemah bebas dalam darah.
Adapun bahan tambahan yang digunakan dalam formula ini adalah natrium benzoat, gliserin, polietilenglikol, dan tween 20. Natrium benzoat  digunakan sebagai pengawet, range untuk sediaan parenteral yaitu 0,5 %. Pengawet dalam sediaan bentuk vial dibutuhkan karena dalam keadaan dosis ganda. Sedangkan bahan tambahan lainnya yaitu gliserin, dimana gliserin digunakan sebagai pemviskositas dalam formula. Selain itu, gliserin digunakan sebagai zat pembasah bila pembawa air akan digunakan sebagai fase disperse. Dalam formulasi digunakan dua surfaktan yaitu tween 20 dan propilenglikol yang biasanya untuk membantu dispersi dari fase yang tidak larut.
Sebelum melangkah pada cara pengerjaan terlebih dahulu ruangan diterilkan dengan cara lantai, dinding dan langit-langit dibersihkan dari debu dan kotoran. Lantai, dinding dan langit-langit dapat dibersihkan dengan menggunakan cairan desinfektansia, selanjutnya digunakan pengeringan. Kemudian dilakukan evaluasi dengan melakukan uji sterilisasi atau perhitungan jumlah mikroorganisme dan partikel dalam ruangan steril tersebut.
Adapun cara pengerjaan yaitu disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, kemudian disterilkan. Alat-alat gelas dan vial dibebas alkalikan dengan cara di rendam dengan larutan HCl 0,1 N panas selama 30 menit. Kemudian dicuci dengan air, selanjutnya dibilas dengan air untuk bahan dan obat. Untuk tutup karet dibersihkan dan bebas sulfurka dengan cara direndam Na2CO3 2% yang mengandung 1% natrium lauryl sulfat dipanaskan selama 15 menit. Kemudian didinginkan, dicuci dengan air suling dan disterikan dalam autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Kemudian digerus zat aktif yaitu sulfasalazin dengan gliserin kedalam lumping, gerus hingga homogen dalam keadaan aseptis. Lalu tambahkan natrium  benzoat, niacinamid, propileng;ikol dan tween 20 ke lumping lalu gerus hingga homogeny (dalam keadaan aseptis). Setelah itu keluarkan dari lumping dan diayak lalu di keringkan pada oven selama 1 jam. Dimasukkan ke dalam vial lalu ditutup dengan karet penutup lalu disegel aluminium foil. Kemudian diberi etiket dan masukkan dalam wadah.
Dari pembuatan formulasi maka dihasilkan suatu sediaan dalam bentuk vial yang diinjeksikan. Dimana sediaan ini ditujukan untuk pasien rematoid arthritis.






BAB V
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dari formulasi ini akan dibuat suatu sediaan dalam bentuk vial dengan nama Khasalazin® injeksi. Dimana sediaan ini di indikasikan untuk pasien yang menderita penyakit rematoid arthritis.

B.  Saran
Adapun saran dari penulis, yaitu diharapkan agar para pembaca yang ingin menjadikan formulasi ini sebagai bahan bacaan atau referensi agar lebih memperluas bidang kajiannya jika masih terdapat beberapa pertanyaan mengenai sediaan infus ini.











DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard. 1989. Penghantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta: UI  Press.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
Djide, Natsir dan Rahman, Latifah. 2009. Sediaan Farmasi Steril. Makassar. Unhas Press.

Ganiswara S.B. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta : FKUI.
Geuyton, arthun C. 1996. Buku Ajar Fisiologi Edisi VI. Jakarta : EGC.
Ismail, Isriany. 2001. Desain Bentuk Sediaan Farmasi. Makassar : UIN Alaudin Press.

Jenkins, C.L. 1969. Scovilles The Art Of Compoonding. USA : Burgess Publishing CO.

Lachman, Leon dkk. 2008. Teori Dan Praktek Farmasi Industri Edisi III Jilid 2. Jakarta : UI Press.

Parrot. S. dkk. 1974. Pharmaceutical Tegnologi Fundamental. USA : Burgess Publishing.

Rowe, Raymond C. dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient 6st Edition. USA : Pharmaceutical Press..

Sweetman, Sean C. 2009. Martindale 36st Edition . USA : Pahrmaceutical Press.

Taroa. S. dkk. 1970. Sterile Dosage Forms. Phailadefphia : Len and Falager.
Tjay, Tan Hoan. dkk. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT.Alex Media Komputindo.

Voight, Rodulf. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM.
LAMPIRAN
A.  WADAH
Komposisi :
Sulfasalasin     1,5 gr
     Niacinamid   0,05 gr

Indikasi :
 Rematoid Arthritis,
Ulcerative colitis,
Penyakit Crohn,
Dan Juvenile arthritis

Aturan Pakai :
Injeksi intravena


Keterangan lebih lengkap lihat brosur
















Foursalazin® Suspension for injection  


Simpan di tempat sejuk dan kering serta terlindung dari cahaya.







No. Reg    :DKL 1599900233 A1
No. Batch : V 061533
















No Reg : DTL 0612205243 A1
No Batch : G 06123


Khasalazin® Suspension for injection  
           Netto : 10 ml





Diproduksi oleh :
PT. ASWIN FARMA
Makassar-Indonesia









Diproduksi oleh :
PT. Hardis Farma
Makassar-Indonesia



Khasalazin® Suspension for injection  


Khasalazin® Suspension for injection
        Netto : 10 ml




Diproduksi oleh :
PT. ASWIN FARMA
Makassar-Indonesia









Diproduksi oleh :
PT. Hardis Farma
Makassar-Indonesia

 
















B.  ETIKET
Komposisi :
Sulfasalasin     1,5 gr
     Niacinamid   0,05 gr

Indikasi :
Rematoid Arthritis,
Ulcerative colitis,
Penyakit Crohn,
Dan Juvenile arthritis

Aturan Pakai :
Injeksi intravena




Khasalazin®
Suspension for injection  
                 Netto : 10 ml




Diproduksi oleh :
PT. ASWIN FARMA
Makassar-Indonesia




Di produksi oleh :
PT. FITRI FARMA
Makassar-Indonesia






Diproduksi oleh :
PT. Hardis Farma
Makassar-Indonesia

Keterangan lebih lengkap lihat brosur
Simpan di tempat sejuk dan kering serta terlindung dari cahaya.




No. Reg    :DKL 1599900233 A1
No. Batch :V 061533


No. Reg    :
DKL 1599900233 A1
No. Batch :
V 061533



                                                                                                   
 





C.  BROSUR
Khasalazin®Suspension for injection
Netto : 10 ml

Komposisi               :  Tiap 10 ml mengandung
                                   Sulfasalazine           1,5 gr
                                    Niacinamid          0,05 gr
Indikasi                   :  Sulfasalazin digunakan juga untuk bengkak, penyakit Crohn, dan Juvenile Arthritis.
Kontraindikasi         :  Pada pasien yang mengalami kerusakkan saluran kemih atau intestinal.
EfekSamping          :  Meliputi efek GI (anoreksia, nausea, muntah, diarrhea) dermatologi (rash, urticarid), hematologi, (leucopenia, agranulositosis), dan hepatic (kelebihanenzim). Gejala gastrointestinal
Aturanpakai            :  Injeksi intravena
Kemasan                 :  1 Dus berisi 1 botol
                                   1 botol @ 10 ml
No Reg                    : DKL 1599900233 A1
No Batch                 : V 061533





Diproduksi oleh :
PT. ASWIN FARMA
Makassar-Indonesia
 

1 komentar:

  1. Can you play with Bitcoin at Roulette - Worione
    But what is the best way to 라이브 바카라 사이트 play roulette with bitcoins? Play online casino games at roulette, or find an online casino to play with.

    BalasHapus